Tagline yang muncul di Forum Zakat, “Kerja sama-Sama, keren Sama-Sama”, benar-benar luar biasa. Spiritnya dalam walau dikemas dengan bahasa yang renyah. Ini ternyata juga semangatnya selaras dengan logo dan tema yang digunakan dalam peringatan kemerdekaan HUT ke-76 RI tahun ini, yakni “Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh”.
Gerakan zakat bukan hanya tangguh dan terus tumbuh di tengah pandemi, namun ia juga menjadi benteng yang kokoh bagi mustahik yang terdampak pandemi. Ia bukan hanya mampu terus hidup, namun juga laksana pohon kurma, seluruh gerak dan dinamikanya bermanfaat untuk sesama.
Saat ini organisasi pengelola zakat seakan bergerak dan bekerja masing-masing. Tersebar hampir merata di seluruh kabupaten kota. Namun jangan salah, bila cara menyatukan kekuatan mereka ini berhasil ditemukan, maka ibarat bola salju, bila anak-anak bola yang kecil dan berserak dimana-mana ini disatukan, maka ini akan menjadi bola salju yang semakin besar dari waktu ke waktu. Jaringan yang terbentuk pun akan juga semakin luas. Dengan begini, jaringan ini akan terus tumbuh, membesar, saat yang sama bersatu mewujudkan kebaikan bersama.
Dunia zakat memang dinamis, ada ratusan lembaga dengan ke-khasan juga masalahnya masing-masing. Belum lagi latar belakang dan hambatan yang juga tak sama. Soal-soal esensial seperti renumerasi yang dirasakan belum memadai, SDM yang susah dicari, serta banyaknya aturan dan regulasi yang harus dipatuhi, tak akan menyurutkan semangat gerakan zakat untuk maju. Mereka ini semua bak jamur di musim penghujan awalnya. Dikhawatirkan banyak pihak berebut lahan untuk tumbuh. Apalagi soal persaingan dan terbatasnya pasar. Faktanya, mereka toh, terus bisa survive dan malah happy-happy saja dengan adanya banyak Lembaga. Mereka hidup damai penuh suka cita dan kalaupun ada gesekan, mereka punya adat dan budaya sendiri untuk menyelesaikan-nya. Salah satunya dengan ngopi-ngopi dan ketawa-ketiwi sambil makan bakso aci atau sekedar tahu goreng yang renyah.
Para pengelola zakat ini dasarnya Sebagian adalah aktivis, mereka biasa dalam satu waktu brada dalam balutan perkawanan sekaligus persaingan. Jadi jangan ajari mereka soal resolusi konflik, atau negosiasi. Mereka sejak muda kenyang dengan soal-soal begituan. Saat yang sama, ini yang cukup unik, mereka sebagian besar tahu caranya menimbang soal ikhlas dalam amal dengan harus berjuang maksimal agar lembaganya dikenal.
Kesamaan para amil ini ada juga dalam soal kepekaan jiwa. Nurani amil rata-rata tipis, sensitive dan mudah tergetar. Dengan berita kematian orang miskin, berita adanya bencana dan segala kesusahan yang tercipta, mereka tak akan tahan berdiam diri dan enak makan dan minum. Entah dengan cara bagaimana, mereka bergerak dan otomatis menunjukan reaksinya. Mereka tak akan tenang bila tak terlibat walau sekecil apapun. Jangan main-main dengan amil zakat. Mereka ini bahkan berani mati untuk membantu dan menolong sesama.
Amil ini bukan tentara, bukan pasukan para militer. Namun soal semangat, keberanian serta nekad, jangan pernah meragukan mereka. Ketika bencana terjadi, saat orang-orang berjuang meninggalkan lokasi, para amil justru merangsek masuk, dengan segala cara dan berapapun biaya-nya, mereka masuk dan segera beraksi. Apakah mereka gila? Atau sudah putus rasa takutnya? Jawabannya tidak. Mereka masih manusia, punya rasa takut, bahkan ada juga yang sampai menangis lama. Tapi tangisan mereka bukan karena memikirkan dirinya sendiri, tangisan mereka justru cara mereka meminta Sang maha Pencipta turun tangan membantu dan menguatkan mereka semua.
Benar, teori kurma memang ada. Menanamnya dengan kesulitan untuk jadi buah yang manis. Sialnya, kadang dalam hidup, seakan sejak benih tenggelam dalam kesulitan. Sudah dewasa pun tetap berkutat dalam kubangan kesulitan. Setelah ditimpa batu setelah ditanam saat biji, seakan tiba-tiba banjir dan busuklah biji itu. Tak tumbuh ke bawah apalagi menembus batu.
Sejumlah amil tak sedikit yang “gugur” sebelum meninggal dunia. Mereka yang tak tahu caranya bermain sebagai amil sejati tak menemukan nilai-nilai hakiki hidup sebagai seorang amil yang benar. Ia bisa jadi sejahtera dalam balutan materi dan fisiknya, namun sejatinya ia hidup terlunta-lunta dalam pengembaraannya sebagai seorang amil. Tentu saja mengembara dalam dimensi hakikat, karena bisa jadi hidupnya menyenangkan secara materi namun jiwanya gersang. Ia ibarat ikan, bukan hidup di tengah kolam, namun ia hidup di wajan penuh minyak goreng. Amil wajahnya, tapi tidak dengan hatinya. Ia masih harus terus belajar menyempurnakan diri sebagai amil sejati. Yang lahir dan batin-nya sama dalam bertutur, bertindak dan juga berpikir atas nama kebaikan dan kepedulian untuk sesama manusia.
Terkait tadi, agar amil tetap bertahan dan terus tumbuh dalam kebaikan secara lahir dan batin, para amil harus sering-sering bertemu, berada dan bersama orang-orang baik yang jiwanya bersih. Mereka bisa amil, juga para pemuka, kyai, ustadz atau orang-orang soleh lainnya yang bisa saja mewujud sebagai muzaki, mustahik, serta orang-orang biasa. Latih dengan keras hati dan niat diri. Pastikan juga spirit zakat memancar dalam hati. Insya Allah ini akan memandu kita bertemu orang-orang baik dimana pun, yang mereka tiba-tiba bersedia membantu kita dan bergabung bersama-sama untuk menolong orang lain. Begitu niat kita berubah, sekali saja lepas kendali, bisa jadi, ini seakan momentum sebuah badai, menyedot kita ke dalam pusaran-nya, dan membawa kita entah kemana. Pada akhirnya, bisa jadi malah kita tak di bumi, juga tak ada di langit. Bisa pula malah kita terjebak dalam kesengsaraan jiwa, terkurung oleh raga namun terlihat baik-baik saja dihadapan manusia pada umumnya.
Mari kita gunakan hidup kita sebagai amil zakat dalam keseluruhan dimensinya untuk berguna dan membantu sesama. Kita geser frame-nya ke kolaborasi. Bantu orang lain, lapangkan dada dan berpikirlah bijak bak para wali yang mengunjugi nusantara untuk berbagi ilmu dan berbagi cahaya kebaikan Islam dalam seluruh dimensinya. Kita teduhkan negeri dengan seluruh kebaikan yang kita punya.
Ada inovasi-inovasi yang harus terus kita lakukan. Ajak juga talenta-talenta baru bergabung menjadi inisiator kebaikan. Jadi teladan untuk merintis dan menerjemahkan kebaikan ini menjadi nyata dan berguna bagi sesama. Ada juga beragam aktivitas-aktivitas nyata untuk menolong para mustahik yang harus terus dilakukan dan diperluas cakupannya. Semuanya justru bisa juga dijadikan sarana untuk makin menyatukan kekuatan dan memperluas kemanfaatan.
Bila semua amil sehat jiwa dan raganya, Insya Allah akan tumbuh pula lembaga-lembaga zakat yang baik dan kemudian akan lahir gerakan zakat yang kuat dan bermartabat. Soal regulasi, soal SDM memang masalah. Namun tetaplah bersabar, ibarat kalau kita sudah jadi pohon kurma dewasa, sehebat apapun angin yang berhembus atau badai yang datang menerpa kita, Insya Allah gerakan zakat akan terus tegak dengan gagah dan penuh kehormatan. Para amil boleh gugur di medan tugasnya, namun mereka semua akan menjadi pupuk bagi tumbuhnya gerakan zakat di masa depan.
Mari, kita tumbuhkan seluruh energi kebaikan yang ada di seluruh amil negeri ini, ajak siapapun menjadi bagian kebaikan dan berikan ruang pada mereka untuk juga bisa berkiprah dan menjadi diri sendiri dalam menuju syurga-Nya dengan segala kemampuan dan potensi masing-masing. Ada banyak pintu di syurga, ada banyak tiket memasukinya, adalah naif bila kita menyamakan kita sama dengan semua amil yang ada dan meminta mereka masuk dengan cara yang sama, padahal setiap potensi kita bisa jadi memang telah Allah berikan secara berbeda.
Mari kita belajar menjadi pohon kurma. Yang mampu terus tumbuh di tengah kesulitan dan masalah yang melimpah. Ibarat para musafir, kurma adalah pelindung mereka. Penolong dari kesulitan hidup dan kerasnya hempasan angin di gurun pasir. Dari adanya pohon kurma juga, sekaligus penanda, bahwa ada kehidupan yang tumbuh dan berkembang di sekitarnya. Ada burung-burung dan binatang hidup di sana dan menggantungkan nasibnya di antara pohon-pohon kurma yang ada.
Jadilah amil bak pohon kurma, jadi apapun kita di dalam sebuah Lembaga zakat, tetaplah memiliki akar idealisme yang panjang. Yang mengantarkan pada kebaikan dan solusi manusia di tengah kesulitan dan kehidupannya.
Dalam hidup kita, tak sepatutnya kita takut atau gelisah saat Allah uji dengan beragam cobaan kehidupan. Tetaplah tegar dan berusaha menghadapi ujian itu dengan kesabaran dan keyakinan serta prasangka baik kepada Allah. Cobaan dan kesulitan itu adalah sebuah keniscayaan, karena Allah SWT menyayangi hamba-hamba-Nya dan itulah bukti kasih sayang Allah yang sesungguhnya.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah : 155).
Leave a Reply