Meski sempat diguyur gerimis, desa Dangiang hari ini begitu kering. Cuaca panas membuat relawan IZI tak sanggup berlama-lama di dalam tenda masing-masing.
Tenda istirahat kami seakan kuali yang dipanaskan. Alhasil, kami keluar dari tenda masing-masing, dan berkumpul di ruang tengah Posko, yang dahulunya berfungsi sebagai beranda Musholla Al Ikhlas.
Panas, kering, dan berdebu membuat kulit kepala ini mudah gatal. Itu lah yang dirasakan Muhammad Fauzan saat datang berkunjung ke Posko kami.
Siang tadi, bocah yang lebih dikenal dengan Ozan mencari ustadz Hamzah. Dia menagih janji guru ngajinya itu dibawa ke tukang cukur.
Rambut bocah 10 tahun itu dipenuhi kutu. Ia mendatangi kami seakan-akan tak lagi sanggup menanggungnya.
Melihat kejadian yang berlangsung, koordinator Posko IZI, Mohamad Yunus, mengajukan diri membantu Ozan.
Awalnya Ozan sangsi dengan tawaran Pak Yunus. Lelaki asal Jakarta itu pun tak patah arang. Terus ia yakinkan Ozan hingga benar-benar takluk dan mengambil sendiri gunting serta sisir di rumahnya.
“Kalau goyang terus kepalanya, saya botakin, kamu, Zan!” Yunus seringkali mengingatkan.
Helai demi helai rambut Muhammad Fauzan berguguran di sekujur tubuhnya. Tetapi akibat sikap si bocah yang petakilan (red: tidak mau diam), poni rambutnya harus dikorbankan.
Dari sudut matanya tampak ingin menangis. Ozan tak rela kehilangan poni kesayangannya. Alih-alih bikin sedih, mimik wajahnya sukses membuat kami tertawa.
Beberapa puluh menit selesai prosesi cukur Ozan, bocah itu kembali mendatangi posko. Ia terus mencari perhatian kakak-kakak relawan; seakan tidak terjadi apa-apa.
Wajahnya tetap polos berinteraksi dengan kami. Namun dengan model rambut terbarunya, Ozan terlihat lebih segar dari sebelumnya.
Beginilah kondisi para relawan ketika di Posko, seiring jalannya waktu mereka mampu melakukan banyak hal demi lancarnya membantu para pengungsi warga, baik memasak, menjadi kuli bangunan, supir hingga cukur rambut.
Penulis: Dzul Ikhsan
Editor: Ricky IZI Pusat
Leave a Reply